Powered By Blogger

Pages

Mengenai Saya

Foto Saya
Ciawi, Bogor/Jawa Barat, Indonesia

Selasa, 03 Juli 2012

Keindahan Bawah Laut Berau Terancam


BERAU--MICOM: Organisasi World Wide Fund for Nature (WWF) Kalimantan Timur mengungkapkan kebiasaan nelayan menggunakan bahan kimia sejenis potasium
untuk menangkap ikan masih banyak terjadi. Terutama saat mencari ikan jenis kerapu yang hidup di terumbu karang.

Kondisi itu, diakui WWF, sangat memprihatinkan. Berdasarkan pantauan mereka, penggunaan potasium oleh nelayan setempat mulai meningkat sejak lima tahun terakhir seiring naiknya harga ikan kerapu. Pasalnya, jenis ikan tersebut laku diekspor ke China dan Jepang.

"Ini sangat memprihatinkan di tengah gencarnya penyelamatan lingkungan yang dilakukan berbagai pihak, masih ada sebagian nelayan menggunakan bahan ini. Tidak hanya merusak terumbu karang pada satu wilayah, tapi sepanjang potas itu terbawa air laut maka sepanjang itu pula terumbu karang rusak dan keanekaragaman hayati lainnya," kata Koordinator Program Marine WWF Kaltim Rusli Asdar, Minggu (1/7).

Menurut Rusli, ada dua pulau di Berau yang menjadi sentra nelayan, yakni Pulau Marataua dan Derawan. Pulau Maratua merupakan kawasan nelayan, hampir 70% warganya berprofesi sebagai nelayan.

Adapun di Pulau Derawan, jumlah nelayan diperkirakan 40% dari penduduknya. Sehingga bisa dipastikan pasokan ikan untuk kebutuhan sekitar 170 penduduk Berau berasal dari dua pulau ini.

Saat ini, kerusakan terumbu karang yang masuk dalam Kawasan Konservasi Laut (KKL) Berau mencapai 60% dari luas total sebesar 480.000 hektare. Ini salah satunya diakibatkan oleh cara menangkap ikan dengan bahan kimia dan bom, selain karena faktor alam.

"Kita perkirakan kerusakannya sudah 60%. Memang tidak semua karena manusia,
juga karena pemanasan global," ujarnya.

Ia mengungkapkan terumbu karang menjadi salah satu tempat yang paling ideal bagi beragam jenis ikan dan biota laut lainnya. Terumbu karang yang subur dan terjaga dengan baik akan mengundang ikan konsumsi dan ikan hias.

Di habitat terumbu karang itulah mereka mendapatkan sumber pakan berlimpah, tempat berlindung dan bermain yang nyaman nan aman bagi anak-anak ikan.

Sedangkan di KKL Berau, juga terdapat hutan mangrove yang berada di sepanjang pesisir delta Berau. Biota-biota laut itu menggantungkan hidup dari hutan mangrove yang memang kaya nutrisi.

Tidak hanya itu, juga ada padang lamun atau sea grass, yang merupakan tempat favorit bagi ikan dugong (duyung) ini juga menyediakan sumber pakan yang bergizi bagi aneka jenis biota laut.

"Sepanjang kita dapat menjaga terumbu karang, mangrove, dan padang lamun dengan baik, maka mereka pun akan memberikan kita yang terbaik. Meski juga sudah sering dilakukan sosialisasi, tapi aktivitas (nelayan) ini masih selalu terjadi. Ini banyak dilakukan oleh nelayan di Maratua dan Derawan. Kedua daerah ini lumbung nelayan," ujarnya.

Lebih lanjut ia mengatakan pemerintah daerah dan instansi penegak hukum harus menyusun program perlindungan KKL agar aktivitas ilegal dan merusak lingkungan itu tidak terjadi lagi. Ini sangat kontras dengan Berau yang dijadikan salah satu daerah tujuan wisata di Indonesia.

"Kalau biota lautnya sebagai atraksi wisata sudah hancur, dipastikan wisatawan tidak datang lagi ke Berau. Tidak hanya itu, nelayan juga kesulitan cari ikan. Ini yang harus dipahami dan harus dijaga bersama," pungkasnya. (SY/OL-15)


Sumber : Media Indonesia


Review

Berita ini menunjukkan adanya keindahan lingkungan yang terganggu akibat adanya aktivitas manusia yan merugikan. Dengan ini semoga warga sekitar dan juga pemerintah dapat menangani lebih lanjut agar tidak adanya lingkungan yang rusak dan area wisata yang ada di Indonesia ini terus terjaga keindahan dan kelestariannya.

0 komentar:

Posting Komentar