Powered By Blogger

Pages

Mengenai Saya

Foto Saya
Ciawi, Bogor/Jawa Barat, Indonesia

Kamis, 19 Maret 2015

Faham dan Aliran/Ajaran



  1. Ajaran Agama
Perbuatan yang baik sesuai kehendak Tuhan dan perbuatan buruk adalah perbuatan yang tidak sesuai dengan kehendak Tuhan. Dalam agama Islam yang menentukan baik dan buruk perbuatan pertama kali adalah Nash. Yaitu al-Qur’an (yang berisi hukum dan ketentuan Allah) dan al hadist (perkataan, perbuatan nabi) kemudian akal dan niat seseorang dalam melakukannya.

Menurut saya, jika kita melakukan perbuatan baik maka akan mendapat pahala dan sebaliknya mendapat dosa.
  1. Adat Kebiasaan
Adat kebiasaan adalah suatu perbuatan baik bagi mereka yang menjaga dan melaksanakannya, dan dipandang buruk bagi mereka yang mengindahkan atau melanggarnya.
Adat kebiasaan masing-masing masyarakat tertentu memiliki suatu batasan-batasan tersendiri tentang hal-hal yang harus diikuti dan yang harus dihindari. Sesuatu yang dianggap baik oleh masyarakat satu belum tentu demikian menurut masyarakat yang lain. Mereka akan mendidik dan mengajarkan anak-anak mereka untuk melakukan kebiasaan–kebiasaan yang mereka anggap baik dan melarang melakukan sesuatu yang tidak menjadi kebiasaan mereka.
Menurut saya, hal yang sangat penting untuk tahu adat kebiasaan di lingkungan tempat kita tinggal. Misalnya dalam tata krama, gotong royong dll seperti apa sikap yang harus dilakukan. Agar menjadi sebuah kebiasaan sehingga tidak perlu canggung kepada orang disekitar.
  1. Kebahagiaan
“Tingkah laku atau perbuatan yang melahirkan kebahagiaan dan kenikmatan/kelezatan”. Ada tiga sudut pandang dari faham ini yaitu (1) hedonisme individualistik/egostik hedonism yang menilai bahwa jika suatu keputusan baik bagi pribadinya maka disebut baik, sedangkan jika keputusan tersebut tidak baik maka itulah yang buruk; (2) hedonisme rasional/rationalistic hedonism yang berpendapat bahwa kebahagian atau kelezatan individu itu haruslah berdasarkan pertimbangan akal sehat; dan (3) universalistic hedonism yang menyatakan bahwa yang menjadi tolok ukur apakah suatu perbuatan itu baik atau buruk adalah mengacu kepada akibat perbuatan itu melahirkan kesenangan atau kebahagiaan kepada seluruh makhluk.
Menurut saya, rasa kebahagiaan pasti diinginkan oleh manusia. Apabila mendapatkan kebahagiaan maka itu sudah menjadi kepuasaan pada diri sendiri. Semua kembali kepada keputusan individu apakah keputusannya sudah tepat diambil atau belum.
  1. Bisikan Hati / Intuisi
Bisikan hati adalah “kekuatan batin yang dapat mengidentifikasi apakah sesuatu perbuatan itu baik atau buruk tanpa terlebih dahulu melihat akibat yang ditimbulkan perbuatan itu”. Faham ini merupakan bantahan terhadap faham hedonisme. Tujuan utama dari aliran ini adalah keutamaan, keunggulan, keistimewaan yang dapat juga diartikan sebagai “kebaikan budi pekerti”
Menurut saya, setiap manusia mempunyai hati yang membawa kebaikan. Setiap perilaku yang akan kita buat, pastinya hati kecil berkata untuk melakukan yang baik. Jika melakukan yang tidak baik, ada rasa bersalah yang mendalam. Untuk itu ikutilah kata hati anda yang paling dalam, pasti akan membawa kebaikan.
  1. Pragmatisme
Aliran ini menititkberatkan pada hal-hal yang berguna dari diri sendiri baik yang bersifat moral maupun material. Yang menjadi titik beratnya adalah pengalaman, oleh karena itu penganut faham ini tidak mengenal istilah kebenaran sebab kebenaran bersifat abstrak dan tidak akan diperoleh dalam dunia empiris.
Menurut saya, pengalaman memang guru yang tidak bisa dilupakan. Melalui pengalaman kita dapat belajar untuk terus menjadi lebih baik. Dan itu bisa berguna untuk diri sendiri dan orang disekitar.
  1. Positivisme
Positivisme adalah suatu aliran filsafat yang menyatakan ilmu alam sebagai satu-satunya sumber pengetahuan yang benar dan menolak aktifitas yang berkenaan dengan metafisik. Tidak mengenal adanya spekulasi, semua didasarkan pada data empiris. Sesungguhnya aliran ini menolak adanya spekulasi teoritis sebagai suatu sarana untuk memperoleh pengetahuan (seperti yang diusung oleh kaum idealisme khususnya idealisme Jerman Klasik).
Positivisme merupakan empirisme, yang dalam segi-segi tertentu sampai kepada kesimpulan logis ekstrim karena pengetahuan apa saja merupakan pengetahuan empiris dalam satu atau lain bentuk, maka tidak ada spekulasi dapat menjadi pengetahuan. Terdapat tiga tahap dalam perkembangan positivisme, yaitu:
  1. Tempat utama dalam positivisme pertama diberikan pada Sosiologi, walaupun perhatiannya juga diberikan pada teori pengetahuan yang diungkapkan oleh Comte dan tentang Logika yang dikemukakan oleh Mill. Tokoh-tokohnya Auguste Comte, E. Littre, P. Laffitte, JS. Mill dan Spencer.
  2. Munculnya tahap kedua dalam positivisme – empirio-positivisme – berawal pada tahun 1870-1890-an dan berpautan dengan Mach dan Avenarius. Keduanya meninggalkan pengetahuan formal tentang obyek-obyek nyata obyektif, yang merupakan suatu ciri positivisme awal. Dalam Machisme, masalah-masalah pengenalan ditafsirkan dari sudut pandang psikologisme ekstrim, yang bergabung dengan subyektivisme.
  3. Perkembangan positivisme tahap terakhir berkaitan dengan lingkaran Wina dengan tokoh-tokohnya O.Neurath, Carnap, Schlick, Frank, dan lain-lain. Serta kelompok yang turut berpengaruh pada perkembangan tahap ketiga ini adalah Masyarakat Filsafat Ilmiah Berlin. Kedua kelompok ini menggabungkan sejumlah aliran seperti atomisme logis, positivisme logis, serta semantika. Pokok bahasan positivisme tahap ketiga ini diantaranya tentang bahasa, logika simbolis, struktur penyelidikan ilmiah dan lain-lain.
Menurut saya, ilmu alam memang bisa menjadi patokan pengetahuan yang benar, tetapi disaat ini perlu didukung oleh ilmu-ilmu yang lain. Karena ilmu terus berkembang dan meningkat.
  1. Naturalisme
Yang menjadi ukuran baik atau buruk adalah :”apakah sesuai dengan keadaan alam”, apabila alami maka itu dikatakan baik, sedangkan apabila tidak alami dipandang buruk. Jean Jack Rousseau mengemukakan bahwa kemajuan, pengetahuan dan kebudayaan adalah menjadi perusak alam semesta.
Menurut saya, sama seperti positivisme berpandangan sesuai dengan alam. Baiknya untuk saat ini mengikuti perkembangan yang terus berkembang.
  1. Vitalisme
Menurut paham ini yang baik adalah yang mencerminkan kekuatan dalam hidup manusia. Paham ini lebih lanjut kepada sikap binatang, yang berlaku hukum siapa yang kuat dialah yang baik.
Dalam masyarakat yang sudah maju, dimana ilmu penegtahuan dan keterampilan sudah mulai banyak dimiliki oleh masyarakat, paham vitalisme tidak akan mendapat tempat lagi, dan digeser dengan pandangan yang bersifat demokratis.
Menurut saya, aliran ini tidak memungkinkan terjadi saat ini karena setiap manusia sudah memiliki ilmu pengetahuan dan keterampilan yang cukup dikuasai untuk tidak mengikuti aliran ini.
  1. Idealisme
Sangat mementingkan eksistensi akal pikiran manusia sebab pikiran manusialah yang menjadi sumber ide. Ungkapan terkenal dari aliran ini adalah “segala yang ada hanyalah yang tiada” sebab yang ada itu hanyalah gambaran/perwujudan dari alam pikiran (bersifat tiruan). Sebaik apapun tiruan tidak akan seindah aslinya (yaitu ide). Jadi yang baik itu hanya apa yang ada di dalam ide itu sendiri.
Menurut saya, memang semua ide yang ada berasal dari pikiran manusia. Sehingga apabila telah ada tiruannya menjadi tidak asli. Ide yang baik adalah dapat dibagi bersama, sehingga ide yang baik bisa diterima oleh masyarakat.
  1. Marxisme
Berdasarkan data pada scribd istilah “Dialectical Materialsme” yaitu segala sesuatu yang ada dikuasai oleh keadaan material dan keadaan material pun juga harus mengikuti jalan dialektikal itu. Aliran ini memegang motto “segala sesuatu jalan dapatlah dibenarkan asalkan saja jalan dapat ditempuh untuk mencapai sesuatu tujuan”. Jadi apapun dapat dipandang baik asalkan dapat menyampaikan/menghantar kepada tujuan.

Menurut saya, aliran ini mengandalkan proses yang baik akan menghasilkan tujuan yang baik. Sehingga semua proses yang ada dipastikan harus berjalan dengan baik.
  1. Komunisme
Sumber yang diperoleh dari erabaru komunis mempropagandakan bahwa manusia pasti akan menang melawan langit. Komunis mengekang sifat hakiki manusia yang baik dan jujur, sebaliknya mereka menghasut, membiarkan dan memanfaatkan sifat jahat manusia untuk memperkuat kekuasaannya. Komunis secara sistematik telah merusak hampir semua pengertian umum tentang moral yang ada di alam semesta ini. Sedangkan data yang ada pada kaum kapitalis memandang kebebasan adalah suatu kebutuhan bagi individu untuk menciptakan keserasian antara dirinya dan masyarakat. Sebab kebebasan itu adalah suatu kekuatan pendorong bagi produksi karena ia benar-benar menjadi hak manusia yang menggambarkan kehormatan kemanusiaan.

Menurut saya, paham ini tidak bisa diterapkan karena keserasian antara diri sendiri dan masyarakat tidak bisa disamaratakan. Dan hak untuk individu untuk individu itu sendiri, bukan untuk orang lain.

KODE ETIK JURNALISTIK (KEJ)



Kemerdekaan berpendapat, berekspresi, dan pers adalah hak asasi manusia yang dilindungi Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, dan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia PBB. Kemerdekaan pers adalah sarana masyarakat untuk memperoleh informasi dan berkomunikasi, guna memenuhi kebutuhan hakiki dan meningkatkan kualitas kehidupan manusia. Dalam mewujudkan kemerdekaan pers itu, wartawan Indonesia juga menyadari adanya kepentingan bangsa, tanggung jawab sosial, keberagaman masyarakat, dan norma-norma agama.
Dalam melaksanakan fungsi, hak, kewajiban dan peranannya, pers menghormati hak asasi setiap orang, karena itu pers dituntut profesional dan terbuka untuk dikontrol oleh masyarakat.
Untuk menjamin kemerdekaan pers dan memenuhi hak publik untuk memperoleh informasi yang benar, wartawan Indonesia memerlukan landasan moral dan etika profesi sebagai pedoman operasional dalam menjaga kepercayaan publik dan menegakkan integritas serta profesionalisme. Atas dasar itu, wartawan Indonesia menetapkan dan menaati Kode Etik Jurnalistik:
Pasal 1
Wartawan Indonesia bersikap independen, menghasilkan berita yang akurat, berimbang, dan tidak beritikad buruk.
Penafsiran
a.       Independen berarti memberitakan peristiwa atau fakta sesuai dengan suara hati nurani tanpa campur tangan, paksaan, dan intervensi dari pihak lain termasuk pemilik perusahaan pers.
b.      Akurat berarti dipercaya benar sesuai keadaan objektif ketika peristiwa terjadi.
c.       Berimbang berarti semua pihak mendapat kesempatan setara.
d.      Tidak beritikad buruk berarti tidak ada niat secara sengaja dan semata-mata untuk menimbulkan kerugian pihak lain.
Pasal 2
Wartawan Indonesia menempuh cara-cara yang profesional dalam melaksanakan tugas jurnalistik.
Penafsiran
Cara-cara yang profesional adalah:
a.       menunjukkan identitas diri kepada narasumber;
b.      menghormati hak privasi;
c.       tidak menyuap;
d.      menghasilkan berita yang faktual dan jelas sumbernya;
e.      rekayasa pengambilan dan pemuatan atau penyiaran gambar, foto, suara dilengkapi dengan keterangan tentang sumber dan ditampilkan secara berimbang;
f.        menghormati pengalaman traumatik narasumber dalam penyajian gambar, foto, suara;
g.       tidak melakukan plagiat, termasuk menyatakan hasil liputan wartawan lain sebagai karya sendiri;
h.      penggunaan cara-cara tertentu dapat dipertimbangkan untuk peliputan berita investigasi bagi kepentingan publik.
Pasal 3
Wartawan Indonesia selalu menguji informasi, memberitakan secara berimbang, tidak mencampurkan fakta dan opini yang menghakimi, serta menerapkan asas praduga tak bersalah.
Penafsiran
a.       Menguji informasi berarti melakukan check and recheck tentang kebenaran informasi itu.
b.      Berimbang adalah memberikan ruang atau waktu pemberitaan kepada masing-masing pihak secara proporsional.
c.       Opini yang menghakimi adalah pendapat pribadi wartawan. Hal ini berbeda dengan opini interpretatif, yaitu pendapat yang berupa interpretasi wartawan atas fakta.
d.      Asas praduga tak bersalah adalah prinsip tidak menghakimi seseorang.

Pasal 4
Wartawan Indonesia tidak membuat berita bohong, fitnah, sadis, dan cabul.
Penafsiran
a.       Bohong berarti sesuatu yang sudah diketahui sebelumnya oleh wartawan sebagai hal yang tidak sesuai dengan fakta yang terjadi.
b.      Fitnah berarti tuduhan tanpa dasar yang dilakukan secara sengaja dengan niat buruk.
c.       Sadis berarti kejam dan tidak mengenal belas kasihan.
d.      Cabul berarti penggambaran tingkah laku secara erotis dengan foto, gambar, suara, grafis atau tulisan yang semata-mata untuk membangkitkan nafsu birahi.
e.      Dalam penyiaran gambar dan suara dari arsip, wartawan mencantumkan waktu pengambilan gambar dan suara.

Pasal 5
Wartawan Indonesia tidak menyebutkan dan menyiarkan identitas korban kejahatan susila dan tidak menyebutkan identitas anak yang menjadi pelaku kejahatan.

Penafsiran
a.       Identitas adalah semua data dan informasi yang menyangkut diri seseorang yang memudahkan orang lain untuk melacak.
b.      Anak adalah seorang yang berusia kurang dari 16 tahun dan belum menikah.

Pasal 6
Wartawan Indonesia tidak menyalahgunakan profesi dan tidak menerima suap.

Penafsiran
a.       Menyalahgunakan profesi adalah segala tindakan yang mengambil keuntungan pribadi  atas informasi yang diperoleh saat bertugas sebelum informasi tersebut menjadi pengetahuan umum.
b.      Suap adalah segala pemberian dalam bentuk uang, benda atau fasilitas dari pihak lain yang mempengaruhi independensi.

Pasal 7
Wartawan Indonesia memiliki hak tolak untuk melindungi narasumber yang tidak bersedia diketahui identitas maupun keberadaannya, menghargai ketentuan embargo, informasi latar belakang, dan “off the record” sesuai dengan kesepakatan.

Penafsiran
a.       Hak tolak adalak hak untuk tidak mengungkapkan identitas dan keberadaan narasumber demi keamanan narasumber dan keluarganya.
b.      Embargo adalah penundaan pemuatan atau penyiaran berita sesuai dengan permintaan narasumber.
c.       Informasi latar belakang adalah segala informasi atau data dari narasumber yang disiarkan atau diberitakan tanpa menyebutkan narasumbernya.
d.      “Off the record” adalah segala informasi atau data dari narasumber yang tidak boleh disiarkan atau diberitakan.

Pasal 8
Wartawan Indonesia tidak menulis atau menyiarkan berita berdasarkan prasangka atau diskriminasi terhadap seseorang atas dasar perbedaan suku, ras, warna kulit, agama, jenis kelamin, dan bahasa serta tidak merendahkan martabat orang lemah, miskin, sakit, cacat jiwa atau cacat jasmani.
Penafsiran
a.       Prasangka adalah anggapan yang kurang baik mengenai sesuatu sebelum mengetahui secara jelas.
b.      Diskriminasi adalah pembedaan perlakuan.

Pasal 9
Wartawan Indonesia menghormati hak narasumber tentang kehidupan pribadinya, kecuali untuk kepentingan publik.
Penafsiran
a.       Menghormati hak narasumber adalah sikap menahan diri dan berhati-hati.
b.      Kehidupan pribadi adalah segala segi kehidupan seseorang dan keluarganya selain yang terkait dengan kepentingan publik.

Pasal 10
Wartawan Indonesia segera mencabut, meralat, dan memperbaiki berita yang keliru dan tidak akurat disertai dengan permintaan maaf kepada pembaca, pendengar, dan atau pemirsa.
Penafsiran
a.       Segera berarti tindakan dalam waktu secepat mungkin, baik karena ada maupun tidak ada teguran dari pihak luar.
b.      Permintaan maaf disampaikan apabila kesalahan terkait dengan substansi pokok.

Pasal 11
Wartawan Indonesia melayani hak jawab dan hak koreksi secara proporsional.
Penafsiran
a.       Hak jawab adalah hak seseorang atau sekelompok orang untuk memberikan tanggapan atau sanggahan terhadap pemberitaan berupa fakta yang merugikan nama baiknya.
b.      Hak koreksi adalah hak setiap orang untuk membetulkan kekeliruan informasi yang diberitakan oleh pers, baik tentang dirinya maupun tentang orang lain.
c.       Proporsional berarti setara dengan bagian berita yang perlu diperbaiki.

Penilaian akhir atas pelanggaran kode etik jurnalistik dilakukan Dewan Pers.
Sanksi atas pelanggaran kode etik jurnalistik dilakukan oleh organisasi wartawan dan atau perusahaan pers.


Jakarta, Selasa, 14 Maret 2006

(Kode Etik Jurnalistik ini ditandatangani oleh 29 organisasi pers di Jakarta, 14 Maret 2006. Dewan Pers menetapkannya melalui Surat Keputusan Nomor 03/SK-DP/III/2006 yang kemudian disahkan sebagai Peraturan Dewan Pers Nomor 6/Peraturan-DP/V/2008)

Daftar Pustaka :
http://www.lpds.or.id/index.php?option=com_content&view=article&id=40:kode-etik-jurnalistik&catid=30:kode-etik-jurnalistik&Itemid=32

UU ITE dan Hubungannya dengan Etika dan Profesionalisme Teknologi Sistem Informasi



Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik merupakan undang-undang yang mengatur mengenai teknologi informasi yang berkembang di Indonesia agar tidak adanya penyalahgunaan manfaat dari teknologi informasi yang dapat mengganggu keberlangsungan dan kedaulatan Negara Indonesia. UUITE ini merupakan Undang-Undang Republik Indonesia nomor 11 tahun 2008 dengan total 13 bab dan 53 pasal didalamnya. Dan berikut merupakan gambaran umum mengenai UUITE ini:
Bab 1 Mengenai Ketentuan Umum dan istilah-istilah dalam teknologi informasi seperti pengertian informasi elektronik, transaksi elektronik, teknologi informasi dan lain-lain. Dan bab 1 terdiri dari 2 Pasal.
Bab 2 Mengenai Asas dan Tujuan yaitu terdapat asas dan tujuan  yang digunakan dalam pemanfaatan teknologi informasi, bab ini terdiri dari 2 pasal.
Bab 3 Mengenai Informasi, Dokumen, dan Tanda Tangan Elektronik dalam bab ini terdapat 12 Pasal.
Bab 4 Mengenai Penyelenggaraan Sertifikasi Elektronik Dan Sistem Elektronik menjelaskan tentang Penyelenggaraan Sertifikasi Elektronik dan Penyelenggaraan Sistem Elektronik. Di bab ini ada 4 pasal, 2 pasal ada dibagian satu dan 2 pasal ada dibagian dua.
Bab 5 Mengenai Transaksi Elektronik, menjelaskan tentang transaksi elektronik yang dilakukan. Terdapat 5 pasal
Bab 6 Mengenai Nama Domain, Hak Kekayaan Intelektual, Dan Perlindungan Hak Pribadi terdiri dari 4 Pasal.
Bab 7 Mengenai Perbuatan yang Dilarang menjelaskan tentang hal-hal tidak boleh dilakukan dalam mendistribusikan dan  mengakses yang melanggar kesusilaan. Terdiri dari 11 Pasal.
Bab 8 Mengenai Penyelesaian Sengketa, menjelaskan tentang gugatan-guagatan yang diajukan tentang system elektronik yang merugikan orang lain. Terdiri dari 2 Pasal
Bab 9 Mengenai Peran Pemerintah dan Peran Masyarakat, menjelaskan tentang peran pemerintah dan masyarakat dalam pemanfaatan teknologi informasi dan transaksi elektronik. Terdiri dari 2 pasal.
Bab 10 Mengenai Penyidikan, menjelaskan tentang penyidikan yang di lakukan dalam pelanggaran penggunaan teknologi informasi dan transaksi elektronik. Terdiri dari 3 pasal.
Bab 11 Mengenai Ketentuan Pidana, menjelaskan tentang sanksi yang akan diberikan jika melanggar UU ITE. Terdiri dari 8 pasal.
Bab 12 Mengenai Ketentuan Peralihan, terdiri dari 1 pasal.
Bab 13 Mengenai Ketentuan Penutup, terdiri dari 1 Pasal.
Untuk lebih lengkapnya dapat dilihat di www.kemenag.go.id/file/dokumen/UU1108.pdf .
Hubungan UUITE dengan Etika Profesionalisme Teknologi Sistem Informasi, akan saya contohkan dengan kasus Florence dan warga Yogyakarta. Seorang mahasiswi yang sedang menempuh pendidikan untuk meraih gelar S2 di Universitas Gadjah Mada (UGM) menjadi bulan-bulanan netizen Indonesia karena statusnya di Path yang kontroversial. Dalam status terbarunya di jejaring sosial tersebut wanita yang diketahui bernama Florence Sihombing tersebut menuliskan, “Jogja miskin, tolol, dan tak berbudaya. Teman-teman Jakarta-Bandung jangan mau tinggal Jogja.”
Tulisan tersebut dilatarbelakangi kekesalan dia karena tidak dilayani ketika membeli BBM disebuah SPBU di Yogyakarta, dengan cara menyerobot atau tidak mau antre. Oleh sebab tulisan di media sosialnya, mahasiswi tersebut harus terkena kasus hukum atas pencemaran nama baik. Dari kasus ini, kita dapat mengambil pelajaran bahwa dalam penggunaan Teknologi Informasi yang berhubungan dengan orang banyak tidak bisa kita berbuat atau berkata seenaknya walaupun perkataan tersebut ada dalam akun pribadi kita, karena hal tesebut akan melanggar etika etika yang berkembang di masyarakat.

Daftar Pustaka

http://id.wikipedia.org/wiki/Undang-undang_Informasi_dan_Transaksi_Elektronik
http://www.kemenag.go.id/file/dokumen/UU1108.pdf
http://masshar2000.com/2014/08/28/hina-kota-yogya-florence-sihombing-diusir-dari-kota-yogya-siapa-florence-sihombing/